MUARASABAK- Piagam Sungai Batanghari akhirnya disepakati. Piagam yang merupakan komitmen bersama anak negeri sepanjang sungai Batanghari. Dari Jambi hingga Sumatera Barat.
Piagam Batanghari lahir dari musyawarah kerapatan negeri. Musyawarah para tetua adat, pemerhati kebudayaan dan para pemangku kebijakan di tanah Jambi dan Sumbar. Kerapatan negeri dihajat pada Minggu 18 September 2022 di rumah dinas Bupati Tanjung Jabung Timur di Muarasabak. Sehari jelang puncak kenduri Lawang Swarnabhumi, rangkaian kenduri Swarnabhumi 2022.
Kerapatan Negeri ialah semacam kumpul sanak saudara sepanjang aliran Sungai Batanghari dari hilir hingga hulu. Titik berat musyawarah; nasib sungai Batanghari dahulu, kini dan nanti. Sebagaimana tema besar kenduri Lawang Swarnabhumi.
Naskah Piagam Batanghari berisi komitmen bersama tentang upaya menjaga hutan, merawat mata air, memelihara ekosistem dan melestarikan
Kebudayaan sepanjang sungai Batanghari yang menjadi landas peradaban bersama.
‘’Naskah ini lahir dan disarikan dari buah runding Kerapatan Negeri di Puncak Bukit Menderang, Artinya, ia lahir dari buah pikir segenap anak negeri beserta yang ganjil, yang hari itu duduk beradu lutut tegak beradu bahu,’’ kata Wabup H Robby Nahliyansyah sebagai pembaca naskah piagam. Robby mewakili bupati Tanjung Jabung Timur H Romi Hariyanto, di kawasan Tanggorajo, sekitar rumah dinas gubernur Jambi, Kamis malam (22/9).
Melalui Piagam Batanghari, seluruh yang bermufakat kedepannya akan berpegang pada intisari piagam tentang apa - apa yang hendak dan akan dilakukan.
Dijelaskan Robby, merundingkan Batanghari adalah hal biasa. Sedari dulu cukup banyak konsep - konsep pikiran bagaimana melestarikan sungai terpanjang di Sumatera itu. “Kita melakukannya sejak bertahun-tahun lalu dan masih akan mengulanginya pada tahun-tahun mendatang. Ia adalah narasi yang tak pernah sepi dari mulut ke mulut, dari ruang ke ruang, dari penelitian ke penelitian bahkan di tingkat kebijakan. Tapi, riuh rendah narasi itu berkebalikan dengan kenyataan,” ucapnya.
Batanghari seperti dikutuk. Sejak tahun 2000 an yang lalu, sungai yang menyempadani hampir seluruh wilayah adminsitratif Jambi dan sebagian Sumbar, kini memprihatinkan. Airnya keruh dari hulu hingga hilir. Sulit menemukan ragam ikan yang dulu habitat kuat di sungai itu. Anak - anak sungai mengering bahkan banyak yang mati. Anak - anak yang turun mandi sudah langka. Tepian kian sepi dari prosesi bersuci bahkan sekedar mandi. Sungai Batanghari tak lagi bersahabat. Penduduk meragukan keramahan sungai yang dahulu sumber penghidupan. Eksploitasi kawasan sempadan daerah aliran sungai terus membombardir cemaran. Tambang, limbah industri bahkan limbah rumah tangga sepertinya kian tak terkendali.
Kita cukup bahagia banyak aksi yang telah dilakukan untuk Sungai Batanghari ini, semua ingin berbuat dan terlibat memasyhurkan sungai Batanghari.
‘’Ini bukti betapa murah hati dan ringantangannya masyarakat kita. Tapi harus kita akui semua itu masih jauh dari cukup apalagi efektif,” keluh Robby.
Di tanah Swarnabhumi ini tali-tali air punya banyak nama. Yang paling kecil disebut parit, lebih besar dari parit buluran, baluran, yang lebih besar lagi disebut sungai. Dan yang paling besar tempat sungai-sungai itu bermuara disebut batang.
‘’Seumpama pohon, batang yang besar itu tentu berakar, bercabang, beranting, berdaun, berbunga, berputik, dan berbuah. Ia satu kesatuan utuh. Begitulah hubungan Batanghari dengan sungai-sungai lainnya serta hutan yang bertalian dengannya,’’ ujarnya.
Akarnya di Gunung Kerinci, daratan tertinggi di Swarnabhumi yang pada masa lampau Bernama Puncak Indra Pura. Dari mata-mata air di Gunung Kerinci, ia bernaung di Danau Diatas. Sebelum akhirnya mengalir kearah selatan sampai daerah Sungai Pagu lalu berbelok, meliuk-liuk sepanjang lebih kurang 800 KM hingga ke selat melaka, pantai timur Sumatera. Dengan Tanjung Jabung Timur muaranya.
‘’Di sepanjang Batanghari , dari hulu Dhamasrayahingga ke hilir Muara Sabak berserakan reruntuhan tapak tua negeri. Bukti ampuh kemajuan peradaban nenek moyang di masa lampau,’’ katanya.
Dari situs-situs yang berjejak di sehiliran Sungai Batanghari, kita memahami bahwa pada masa itu sungai-sungai adalah jalan raya dan lautan gelanggangnya, negeri ini Berjaya akan keindahannya. Ketinggian ilmu dan adatnya. Keintiman hubungan masyarakat dengan segenap alam raya. Batanghari yang mengandung pengetahuan tua dari masa lampau telah ternoda. Bening air Batanghari dahulu, kini tak mampu lagi obati dahaga.
‘’Tak ada kusut yang tidak bisa diselesaikan. Tak ada keruh yang tak bisa dijernihkan. Begitu seloki adat sepanjang negeri sedari dulu kala. Kita butuh bukan hanya narasi untuk Kembali. Tapi gerak serentak menghulu, menghilir, Batanghari seyogyanya menjadi lokus hulu hilir tempat gotongroyong kembali dihidupkan. Pondasi bagi sepakat atas mufakat,’’ ulasnya.
Kita sepenuhnya sadar ‘’Kenduri’’ adalah idiom bersahaja sebagai penanda hari ini merayakan masa lampau. Merayakan nenek moyang untuk menyongsong hari-hari esok yang gilang gemilang. Kita pun paham bahwa Swarnabhumi sebagaimana tersua dibatu-batu bersurat ialah nama besar negeri ini sejak dulunya.
‘’Mengingat kita adalah satu batang, satu nadi Batanghari. Inilah waktunya kita Bersama-sama duduk sehamparan. Duduk beradu lutut tegak bersinggung bahu.satu peta, satu Haluan dan satu arah tujuan,” tegas komiten yang dituangkan dalam naskah Piagam Batanghari.
Saat hari puncak kenduri Lawang Swarnabhumi di Kampunglaut pada 19 September 2022, Bupati Romi Hariyanto dengan tegas meminta peran serta pemerintah pusat. Kepada Menko Pembanguanan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, setengah men ngancam, Romi berjanji akan mendukung penuh program pusat terkait kenduri Swarnabhumi sebagai proses mengejawantahkan Indoensia sebagai negeri maritim. Dukungan itu bersyarat: sepanjang pemerintah pusat juga mendukung komitmennya membuka tabir sejarah Tanjung Jabung Timur. Bagi Romi, membangun kembali kejayaan kebudayaan, termasuk pengembalian sungai Batanghari sebagai urat nadi budaya bahkan ekonomi, tak dapat dipisahkan dari singkapan rahasia sejarah negeri - negeri sepanjang aliran sungai Batanghari. Karena itu dia juga berharap betul support Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi melalui kementerian - kementerian di bawahnya untuk penyingkapan jejak sejarah Tanjabtim. “Kami ingin tahu jati diri kami, siapa kami, agar kami bisa melangkah dengan percaya diri menyongsong esok yang lebih gemilang,”ucapnya.
Tanjung Jabung Timur yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan mendominasi 95 persen wilayah kelautan Provinsi Jambi. Terbentang 191 KM garis pantai dari Sungaibenuh yang berbatasan dengan Sumatera Selatan hingga Pangkalduri yang bersempadan dengan Tanjung Jabung Barat. Dengan geografis itu, menurut Romi Tanjabtim cukup layak sebagai penopang utama ide Indoensia sebagai poros maritim dunia. Tanjabtim, ditegaskannya siap menggelorakan ide maritim itu dengan segala potensi yang ada. Tradisi dan kearifan pesisirnya cukup mumpuni. Sebut saja tradisi - tradisi kebudayaan seperti seperti event Mandi Shafar, Makan di Kilung, maupun tradisi budaya lain yang selama ini mewarnai kehidupan masyarakat pesisir turun temurun. “Kita siap menyemarakkan kembali unsur - unsur penguatan identitas kemaritiman, tentu dengan dukungan para pengambil kebijakan yang kita harapkan lebih berpihak pada penguatan pesisir. Sejauh ini warga penghuni pesisir kami masih mendominasi garis kemiskinan. Kemampuan kami masih harus berfokus pada urusan kebutuhan dasar sepeti infrastruktur, karena itu, dukungan dan perhatian pemerintah pusat akan kami sambut dengan semangat kebersamaan yang bisa dihandalkan,”tutup Romi. *
Komentar Facebook